Skip to main content

POTONGAN KISAH DALAM BUKU "TAK KUNJUNG SELESAI" BY PDEC (PB) UM LPDP 2017-2018


Mencari Sayatan Serpihan Ilmu



Tempat yang saya jajaki, disini, merupakan hutan belantara. Tempat ternyaman yang pernah ada dalam sejarah. Bagaimana tidak, milyaran pohon tinggi nan menjulang, dedaunan yang hijau nan segar, fauna-fauna yang saling berkelakar, udara bersih yang menyegarkan, hingga berbagai bentuk energi yang masih bisa di manfaatkan, semuanya ada dan tersedia. Sungguh rindang, sejuk, dan aman untuk hidup dan menikmati indahnya kehidupan. Tetapi, tiba-tiba hutan belantara mulai muram, terjadi perubahan pada dirinya, menjadi begitu gelap gulita, yang menyebabkan kemampuan melihatku menjadi meredup dan tak tahu arah kemana harus singgah bahkan untuk sekedar melangkah.
Ya, begitulah kira-kira ilustrasi keadaanku dulu ketika berada pada akhir masa putih abu-abu. Suatu masa menjelang ujian nasional yang dibayangi oleh kecemasan. Pertama, apakah bisa lulus di tahun ini? Kedua, apa yang akan saya lakukan jika sudah lulus? Akhir masa putih abu-abu yang seharusnya merupakan masa menentukan langkah, mengambil sebuah tempat di salah satu bagian bumi, namun yang terjadi malah sangat berkebalikan. Aku terjebak, on the horns of dilemma, terjebak pada dilematis langkah hidup. Satu sisi pertama, cita-cita tinggi menuju perguruan tinggi akan selalu teringat. Satu sisi yang lain, harapan untuk membantu kehidupan kedua orang tua akan selalu terbayang, bahkan mengikuti dan menghantui.
Cita-cita tinggi menuju perguruan tinggi menjadi mimpi sejak kecil. Kusematkan dalam diri bahwa orang-orang berilmu akan memiliki derajat disisiNya. Dan menempuh jalan melalui pendidikan, pendidikan tinggi,  merupakan salah satu jalan untuk meraih kemuliaan itu. Namun, arus air tak selalu melalui jalan yang lancar, kadang harus melewati bebatuan besar, jalan yang sempit, atau bahkan hal-hal lain yang tak terduga.
Saya saat itu berada pada gerbang kegamangan. Bagaikan seorang yang tuna netra, jalan penuntunku tinggalah sebuah tekat baja. Ku tekadkan diri dengan bulat untuk terus menempuh ke jenjang yang lebih tinggi. Saya yakin yang Kuasa punya banyak cara menunjukkan kekuasaanNya. Bagaimana dengan soal membantu kewajiban anak kepada kedua orang tua? Saya yakin dan percaya saya pasti bisa. Namun, kali ini saya perlu menemukan posisi terbaik di belahan bumi. Karena anakmu ini selalu yakin, engkau berdua selalu mendoakan yang terbaik bagi anaknya. Terlihat dengan berbagai usaha yang dilakukan. Sesusah-susahnya engkau, saya rasa dan tentunya saya tahu, kerja kerasnya tak dapat mengalahkan yang lain.
Saat itu, saya harus bisa memastikan orang tua mendukung langkahku. Dukungannya adalah segalanya bagiku. Dengan adanya dukungan darinya, jalan mudah untuk anaknya akan terbuka. Seperti nasehat-nasehat yang senantiasa mereka ucapkan bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur. Singkat kata, kubulatkan tekad untuk terus, terus, dan terus menimba ilmu, mencari serpihan-serpihan ilmu.
Penerbangan pertama, mencari sayat-sayat serpihan ilmu, saya mendaftar SNMPTN di sekolah. Kebetulan saat itu guru-guru saya, terutama guru BK, mendukung dengan kuat, dan saat itu pun ada bidikmisi. Kalau tidak mungkin mimpi kuliah itu saya tepikan dan saya harus kerja. Nyatanya, Sang Maha Kuasa menunjukan kuasanya, melalui beasiswa bidikmisi. Berkas demi berkas, akhirnya terselesaikan dan terupload. Masa penantian pengumuman merupakan masa-masa yang menegangkan. Tibalah hari pengumuman dan saya gagal lulus SNMPTN. Pupus sudah cita-cita ku. Saya pun menangis, meratapi nasib. Mungkin jalan saya harus bekerja dan kuliah bukan saat yang tepat.
Jam demi jam, rasa sedih menghantui. Saya malu tekad saya untuk kuliah terhenti saat itu. Hampir saja muncul hasrat untuk menyerah. Namun, beruntung saya masih punya keluarga dan teman-teman yang mendukung. Bahkan guru-guru membesarkan hatiku, beliau-beliau selalu mendukung dan memberi saran untuk jangan menyerah. Hingga suatu waktu nampaknya gunung diseberang lautan mulai terlihat serpihan lerengnya. Saat itu, saya bukanlah satu-satunya yang gagal. Masih ada teman-teman yang senasib. Kami memutuskan untuk mulai mempersiapkan berlayar ke SBMPTN. Berkas dan persiapan materi kami jalani. hingga tiba suatu tahap yang kembali menguras pikiran.
Singkat cerita perjalanan penerbangan mencari serpihan sayatan ilmu melalui tes SBMPTN saya lalui dengan keyakinan besar karena hampir 75% soal tiap bidang terjawab. Pulang dari tes, ada rasa kepuasan, tinggal apakah saya kali ini diridhoi oleh Nya? Hari ke hari menantikan waktu yang ditunggu. Hingga tibalah saat pengumuman, hati berdetak lebih kencang, dan alhamdulillah saya lulus di program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Universitas Negeri Malang (UM). Saat itu, rasa senang sungguh tak bisa diungkapkan. Saya yang kayak gini bisa kuliah dengan beasiswa bidikmisi. Suatu anugerah dari Sang Kuasa menjelang Bulan Romadhon. Hari itu, malam itu, saya pun bisa tidur pulas. Tak terpikir sebelumnya kalau saya harus pergi ke Malang dan tak pernah terpikir juga harus ada di jurusan PGSD, jurusan yang sangat berbeda dengan latar keilmuan awalku.
Pencarian sayatan ilmu tak semudah membalikan telapak tangan. Saat itu, saya ternyata diterima di UM, nama yang tidak familiar di daerah saya. “Malang..ya..Malang itu daerah mana?” Gumam saya dalam hati. “PGSD...ya..sanggupkah saya menjalaninya?” pertanyaan kebimbangan selanjutnya.
Saya tak pernah keluar kota untuk waktu yang lama. Detik demi detik, menit demi menit, jam ke jam, hari berganti hari, aku hanya ada di desa yang jauh dari hingar bingar kampus ataupun gedung-gedung pencakar. Tetap berada pada desa kecil di sebuah kota tempat lahir Sang Jenderal pertama di Indonesia. Kalau pun saya akan melanjutkan ke perguruan tinggi tentu saya harus merantau, jauh dari keluarga. Ketika saya lihat peta dan ternyata Malang itu woow jauh, bahkan lebih jauh dari jarak ke Jakarta dari tempat tinggal, ada rasa keraguan. Akankah saya ambil kesempatan itu?
Tibalah saat daftar ulang, saat memutuskan untuk mengambil kesempatan itu atau tidak. Dan dengan berbagai masukan dari berbagai pihak, juga dari sajak-sajak Imam Syafii di bawah inilah yang menginspirasi untuk merantau dan mengambil peluang sekaligus tantangan itu.

Orang pandai dan beradab tak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Pergilah kan Kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak dia kan keruh menggenang
Singa tak kan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak kan kena sasaran

Jika saja matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam
Tentu saja manusia bosan padanya dan enggan memandang
Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman
orang-orang tak akan menunggu saat munculnya datang

Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa di dalam hutan
Jika dibawa ke kota berubah mahal seperti emas

Semoga Malang benar-benar menjadi tempat memainkan cerita cinta yang indah. Ya, Malang yang akan menjadi tempat persinggahan. Walaupun awalnya, tak punya kerabat, tak punya kenalan, namun ternyata saya bisa menjalani. Kerabat yang awalnya tak tahu, ternyata di hari pertama menginjakan kaki di malang, Alloh swt, sudah memberikan jalan terangnya. Ternyata ada orang satu desa yang sudah ada di Malang. Akhirnya kini menjadi keluarga yang sangat dekat. Kenalan yang tak banyak tahu, ternyata saat itu mulai bermunculan. Dari di mudahkan dalam mencari tempat kos, karena ada teman yang mau mencarikan, hingga teman-teman kuliah yang sangat baik. Semuanya nampak ketika awal-awal saya berada di Malang. Maka nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan?
Tahun demi tahun di tempat perantauan terasa begitu cepat. Masih ingat ketika kuliah ketika uang beasiswa belum turun, harus menahan lapar, makan sekali pun dilakukan. Masih ingat ketika nyaris tak dapat ikut kegiatan, ternyata ada teman-teman yang sanggup membayarkan. Namun ketika itu, kegamangan pada dilematis langkah hidup kembali menjangkiti hidup ini. Dan kembali terulang pada akhir masa-masa studi. Namun kali ini dengan suasana yang berbeda.
Menjelang penghujung studi, ketika masa skripsi, masa yang tak hanya menguras olah pikir, namun juga olah rasa bahkan menguras keuangan, saya dikejar oleh tuntutan. Tuntutan untuk segera lulus. Bukan tanpa alasan, saya harus segera pulang untuk membantu mengurus ibu. Ibuku saat itu terkena penyakit yang membuatnya tak bisa berjalan. Saat itu, saya menjadi sangat terpukul, menjelang masa kelulusan ada hal yang sangat tidak diharapkan datang. Orang terkasih mengalami sakit. Walaupun dari rumah selalu memberi semangat untuk jangan memikirkan keadaan ibu, namun tetap saja hati tak dapat mengelak. Perasaan resah selalu menjadi hantu.
Untung saja, saya punya pembimbing yang tak hanya dapat diharapkan saran untuk masalah tulisan, tetapi juga masalah kehidupan. Beliaulah yang mulai mengajarkan tentang profesionalisme. Nyatanya, beliau pernah mengalami hal yang sangat berat, bahkan lebih berat dari posisiku saat itu. Mulai saat itulah saya menjadi lebih giat mengerjakan skripsi. Akhirnya, tagihan akhir ini pun dapat saya selesaikan. Saya pun kemudian menyelesaikan sesuai tuntutan beasiswa. Delapan semester telah selesai.
Ketika saya merasa terjatuh, Ibu saya tak bisa berjalan seperti sedia kala. Mendengarnya merintih kesakitan hati rasa seperti teriris-iris. Saya tak banyak membantu, hadiahku saat itu hanyalah kelulusanku.
Setelah lulus, saya termotivasi untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya ingin kembali merajut dan mengembangkan keilmuan. Ditambah lagi dosen-dosen saya menganjurkan saya untuk melaju ke jenjang master. Walaupun saya saat itu juga dalam dilema, perlu fokus untuk membantu kesembuhan ibuku. Akhirnya, saya mohon izin ke Ayahku untuk melamar beasiswa lanjut. Beliau pun meng’iya’kan.
Setelah mendapatkan restu, saya memutuskan untuk mengajar di salah satu bimbingan belajar. Alasan memilih tempat itu, yaitu tidak terlalu terikat dengan waktu, dan tentu saya dapat fokus untuk menyiapkan berkas-berkas pengajuan beasiswa.
Sebagai alumni bidikmisi, saya mencoba mendaftar beasiswa LPDP afirmasi. Nyatanya, hubungan saya dan beasiswa LPDP tak semulus yang dibayangkan. Saya pernah gagal di percobaan pertama. Awalnya, tekad yang begitu kuat untuk mendaftar beasiswa ini, menyebabkan saya bersemangat. Namun, saat seleksi substansi batch 4 2016, konsentrasi terpecah, tiba-tiba teringat pada keadaan ibu. Sungguh, saya merasa kecewa. Kenapa saya tidak penuh konsentrasi menghadapinya?
Pengalaman ketika mendaftar S1 kembali terulang, gagal di percobaan pertama. Dengan berbekal tekad yang kuat saya kembali memperbaharui niat. Niat dengan sungguh-sungguh mencari ilmu. Akhirnya, seleksi administrasi terlewati, seleksi baru online assesment pun berhasil lolos. Tibalah saat yang menentukan. Awal-awal masih terbayang kegagalan pada gelombang sebelumnya. Namun, seketika saya teringat perjuangan Ayah yang mengijinkan saya untuk lanjut kuliah, saya harus bisa mewujudkan harapannya. Begitu pula dengan keadaan ibu, semuanya menjadi pelecut untuk menghadapi seluruh rintangan yang ada. Di kesempatan kali kedua ini juga, keadaan ibu sudah lebih baik. Sehingga jalan seleksi substansi berjalan dengan lancar. Dan saya berhasil lolos menjadi salah satu calon penerima beasiswa LPDP.
Perjuangan saya di atas, mungkin tidak ada apa-apanya dari perjuangan teman-teman yang lain di luar sana. Tetapi saya meyakini bahwa mencari sayatan serpihan ilmu merupakan sesuatu yang perlu diperjuangkan dengan keras. Nikmatnya ilmu akan diketahui setelah kita berada pada proses tersebut. Lelah dan letih dalam menuntut ilmu bagi seseorang harus dipegang dari lahir hingga sampai pada liang lahat. Bagi saya mengemban dan mencari ilmu itu kewajiban. Pahit dan getirnya menuntut ilmu adalah bumbu dari semuanya. Di tengah-tengah kesusahan yang mendera, selalu akan ada jalan yang diberikan oleh Sang Maha Pemberi Petunjuk.
Saya dapat banyak keberuntungan dalam menimba ilmu. Tentu, dengan adanya ridho dari Alloh swt, Tuhan Yang Maha Membolak-balikan Hati. Sapa Tekenan Ketekunan Bakale Ketekan, siapa yang tekun dalam berusaha maka akan tercapai juga. Itulah moto hidupku selama ini. Dengan motto itu, saya menjadi teringat-ingat untuk selalu tekun belajar dan memberikan yang saya punya dan saya bisa untuk Negara. Dari dan untukmu bumi pertiwi. Dari bumi pertiwi aku dilahirkan, aku makan, aku minum, aku bernafas, aku tumbuh, aku berkembang, dan aku pun mulai belajar. Belajar menjadi makhluk yang tak sekedar hidup, yang bisa hidup walau nantinya tak lagi hidup. Belajar menjadi makhluk hidup yang tak sekedar membangun raga, tapi juga jiwanya. Belajar menjadi manusia yang berharga, yang mampu menjadikan agama sebagai jalan meniti ridhonya, dan menjadikan ilmu yang didapat sebagai penerang kehidupan, dunia dan akhirat.


Manusia yang berharga, yaitu mereka-mereka yang beragama, yang merasa cukup & selalu berjalan di atas jalan keridhoanNya dan mereka-mereka yang berilmu, yang membawa sayatan serpihan-serpihan keilmuannya menjadi cahaya di dunia dan penerang di hari kemudian.



Best Regards
Nur Fidayat, S.Pd.


Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN KKN UM SENAM SEHAT AEROBIK UNTUK IBU-IBU PKK DUSUN BAKIR DESA SUKOMULYO KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG

SENAM SEHAT AEROBIK UNTUK IBU-IBU PKK DUSUN BAKIR DESA SUKOMULYO KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG LAPORAN PROGRAM KERJA Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Negeri Malang Semester Pendek 2014/2015 Desa Sukomulyo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Penanggungjawab                           Edo Prasetyo                             (FIK/ PKO/2012)                  M. Fauzan Ikramullah               (FIK/ PJK/2012) PUSAT PENGEMBANGAN SUMBERDAYA WILAYAH DAN KULIAH KERJA NYATA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) UNIVERSITAS NE...

CONTOH ESSAY LPDP "SUKSES TERBESAR DALAM HIDUP"

SUKSES TERBESAR DALAM HIDUPKU Kesuksesan setiap orang ditentukan oleh gerak langkah orang itu sendiri. Oleh karena itu, pemaknaan atas kata sukses bagi setiap orang akan sangat beragam, bahkan berbeda. Bagi saya, sukses merupakan keberhasilan atas doa dan usaha yang telah dilakukan secara maksimal. Sebagai seseorang yang beragama, langkah saya hingga detik ini merupakan suatu kesuksesan karena itu merupakan kodrat dari Sang Kuasa. Ketika di sekolah dasar, saya dapat pelajaran berharga dari guru kelas saya. Beliau pernah memberi nasihat saat pembelajaran di kelas bahwa sesungguhnya kalian (setiap orang) adalah bersaudara dan wajib saling membantu, jika ada teman yang kekurangan maka bantulah. Membantu sesama adalah suatu kesuksesan dari segi hablum minan nas . Semenjak saat itu, saya dan teman-teman sering belajar bersama, saling membantu satu sama lain. Hingga akhirnya ketika perpisahan, kami semua dinyatakan lulus dengan nilai rata-rata yang baik. Selain itu, alhamduli...

CONTOH ESSAY LPDP "STATEMENT OF PURPOSE"

KONTRIBUSIKU BAGI INDONESIA Saya memiliki prinsip hidup “ sapa tekenan ketekunan bakale ketekan”. Menurut saya, tak ada yang datang dengan sendirinya, semuanya perlu usaha dan ketekunan untuk mendapatkannya. Artinya, segala hal yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan membuahkan hasil dan manfaat. Oleh karena itu, saya akan bersungguh-sungguh dalam setiap pekerjaan yang diberikan sehingga memberikan secuil kontribusi bagi masyarakat/ lembaga/instansi/komunitas tersebut. Prinsip itu lahir dari hasil penggemblengan lingkungan yang masih memikul budaya gotong-royong. Sebagai contoh, hampir sebulan sekali di lingkunganku di adakan kegiatan kebersihan lingkungan atau saat perayaan hari-hari besar keagamaan ada ritual selametan . Tentu, sebagai warga kami selalu ikut serta dalam kegiatan masyarakat tersebut dan menjunjung adat istiadat yang ada. Selain dalam kegiatan itu, suatu saat saya dan teman-teman remaja diminta oleh takmir untuk membentuk IRMAS (Ikatan Remaja ...